Friday, April 27, 2007

Gelegar Cahaya

Jawabmu ringan
" mana ada "
Tanyaku ringan
" Apa ada ?"
Jawab mereka ringan
" Sepertinya tidak ada"
Tanyaku ringan
" Apa ada ?"
Jawabnya ringan
" Tak ada "
Tanyaku ringan
"Apa ada ?"

Lalu engkau , aku dan mereka tiada

Tanyaku ringan
" Bagaimana ?"
Jawabmu sedih
" Ternyata ada...."
Tanyaku ringan
" Bagaimana ?"
Jawab mereka tersendat
" .. terbukti ada..."
Tanyaku ringan
" Bagaimana ?"
Jawabnya tersedu
".......akhirnya tidak ada yang tidak ada..."

Lalu engkau, aku dan mereka musnah dalam gelegar cahaya.

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....

Friday, April 13, 2007

Semesta Cahaya

Semakin tahu ternyata hanya membuat semakin tidak tahu.

Bintang-bintang berlalu , bulan merenung, awan-awan bimbang, gunung-gemunung bertafakur, matahari tunduk, bumi bergejolak, seluruh alam semesta menuju pada jalan takdir.

Bagaimana memecahkan kebingungan fana yang menyesatkan, berpaduan sekaligus bertentangan, sederhana sekaligus rumit, berpikir sekaligus tidak berpikir, melainkan hanya memahat pada pancang-pancang langit dan mengukir pada pasak-pasak bumi untuk setiap kejadian yang kelumit bagi sukma, jiwa dan raga.

Keniscayaan semestinya adalah sepasang sayap. Menggapai ketinggian tidaklah mungkin hanya dengan melambaikan satu sayap, lagipula tidak indah, bahkan lebih tepat dikatakan mengharukan bagi yang menyaksikan.

Dan kehidupan akhirnya hanyalah luruhan tasbih, setiap kejadian seperti bergulirnya bulir tasbih menuju ke bulir berikutnya, kadang terpegang, kadang di atas, kadang terlepas, kadang di bawah, namun tetap berputar.

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau.
Bagi-Mu seluruh semesta cahaya.

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Thursday, April 05, 2007

Pada Cahaya

Buih-buih pikiran telah mengombak, menjadi samudera bagi samudera.
Waktu yang melumut di sela bebatuan hitam, menuliskan sejarah bisu halaman demi halaman dengan tinta angin yang membawanya pada pucuk-pucuk daun di bebukitan, di gunung-gunung, di lembah dan ngarai, di sawah, di ladang , di pantai , di tanjung , sebagai tembang kasmaran, lagi kekal.

Ada atau tiadanya diriku bukanlah keniscayaan itu sendiri. Karena keniscayaan mengalun di sepanjang waktu bagi keniscayaan itu sendiri, begitu juga rindu. Karena kerinduan bersenandung di setiap saat bagi kerinduan itu sendiri, begitu pula cinta. Karena cinta melagukan keindahan di sepanjang jaman bagi cinta itu sendiri. Begitulah, ada atau tiadanya diriku, ada atau tiadanya dirimu, sama saja.

Dan bila kematian adalah jembatan menuju kehidupan , sebagaimana kehidupan adalah jembatan menuju kematian, lalu kemana hendak menuju tanpa cahaya? Perjalanan ini melintas segala batas, pun tersaji selaksa hikmah untuk di tetas, walau kehidupan telah menderita sangat, kesedihan memucat dan dosa melumpur sarat, harapanku tetap.

Ada atau tiadanya diriku bagai sebutir pasir di antara berjuta pasir sepanjang pantai. Tidak akan terhitung, tidak akan terkenali, tidak akan teraku, tidak pula tersadari, melainkan hanya berharap pada kemurahan, pada kasih sayang, pada welas asih, pada kesabaran, pada cahaya.

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.......