Thursday, March 22, 2007

Menjadilah Cahaya

Selepas subuh dalam relung batin, seraya memandang fajar menyingkap tirai langit , kembali diriku berdialog dengan diriku :

Jadi kamu pikir semua ini nyata ,
apakah benar kau memandang ketika matamu memandang
apakah benar kau mendengar ketika telingamu mendengar
apakah benar kau merasa ketika kulitmu merasa
apakah benar kau mengecap ketika lidahmu mengecap
apakah benar kau mencium ketika hidungmu mencium

" Tapi.., bukankah di ciptakan indera malah untuk bersyukur dengan memanfaatkannya sebagaimana fungsinya, sebagaimana mestinya... ? "

Hidupmu adalah mimpi dalam mimpi dalam mimpi.
Kapan kah kau sadar bahwa dirimu saat ini bukanlah dirimu sesaat yang lalu, ragamu saat ini bukanlah ragamumu sesaat yang lalu, kekekalan hanya pada jiwamu, pada sukmamu yang akan kembali sebagaimana ketika bertandang.

" Lalu..dimanakah letak eksistensiku, kesunyataanku, kesejatianku, kemanusiaanku, kehidupanku...?"

Kehidupan bercermin pada gumpalan awan, membentuk sesaat dan buyar sesaat kemudian, membentuk kembali untuk membuyar kembali.
Sungguh mengherankan mengapa dirimu selalu terjerumus untuk berkutat mempertahankan bentuk, mempertahankan posisi, mempertahankan status, menTuhankan materi.

" Justru itu, bahasamu sangat tidak membumi, tidak memanusia, walau tetap tidak perlu sampai menTuhankan materi, bagaimana mungkin melangsungkan kehadiran di dunia materi tanpa mengindahkan materi ?"

Kehadiranmu bukanlah kehadiran materi
Eksistensimu bukanlah eksistensi jasad
Kesejatianmu bukanlah kesejatian raga,
melainkan kehadiran jiwa, kehadiran sukma, kehadiran kekosonganmu.
Sebagaimana rumahmu karena kekosonganlah ruangannya menjadi berguna
Sebagaimana vas bunga karena kekosonganlah bunga dapat diletakkan
Sebagaimana alam semesta karena kekosonganlah alam mengembang

"....maksudmu...diriku terlalu penuh, sehingga butuh di kosongkan?"

Tidak jugakah kau mengerti? menjadilah cahaya,
sekaligus materi sekaligus kosong,
sekaligus putih sekaligus berwarna-warni,
dengan demikian kekosongan tetap eksis dalam materi,
menyempitkan sekaligus melapangkan,
ada sekaligus tiada,
hadir sekaligus hilang...

Tiba-tiba diriku tersentak , hening sejenak, dan mendapati diriku termenung memandang diriku.

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Wednesday, March 14, 2007

Pasang Cahaya

Berikan kembali rasa maluku, tolonglah! Kehilangan telah menjemput sukmaku, mengais-kais bilik hati.
Sematkan kembali rasa sedihku, tolonnglah! Ketiadaan telah menghampiri jiwaku, mencabik-cabik bilah kalbu.
Hadirkan kembali rasa sesalku, tolonglah! Kebinasaan telah menjenguk ragaku, mengoyak-koyak harap.

Tidak, sesekali tidak! Jangan iba padaku. Usah perduli, uruslah dirimu sendiri, tanggungjawabmu, hidupmu, mimpi-mimpimu, anganmu, segala atributmu, semua tetekbengekmu. Jeranglah sebelum terjerang, jaringlah sebelum terjaring, usunglah sebelum terusung, kau toh belum tentu sesengsara aku, walaupun bisa jadi tidak lebih nikmat dariku.

Kehidupan semakin larut dan kenisbian menjelang turut.
Dimanakah aku, dimanakah engkau, dimanakah semua ketika pasang cahaya mereda surut?

Duhai kekasih, melimpahlah segala cahaya.....

Monday, March 12, 2007

Taburan Cahaya

Memangnya kepada siapa lagi kau akan menggantungkan harapan? Hatimu sudah membusuk, jiwamu sudah berulat, jangan lagi bicara tentang jasadmu yang memang tidak istimewa itu.

Memangnya kau pikir kekuasaanmu yang kau bangga-banggakan itu langgeng? Ataukah kekuatanmu yang kau puja-puji itu abadi? Sekarang bicaralah, dimana kesombonganmu akan kau letakkan sekarang, dimana pula keangkuhanmu yang dulu?

Duhai, simak baik-baik dagingmu yang mulai mengering, kulitmu yang semakin layu dan tulang-tulangmu? ahaaai, rapuh sudah. Jadi apa, apa, apa lagi milikmu? milikmu??? sebentar, bukankah itu semua sekedar pinjaman, mungkin kau telah lupa bahwa kau dulu meminjamnya.

Ya, menangislah sepuasmu, menjeritlah sekuatmu , berteriaklah sekencangmu, tidak ada bedanya toh? tidak ada gunanya pula. Hidupmu yang compang-camping silang sengkarut, injak sana injak sini, jilat sana jilat sini, sundul sana sundul sini, toh kaulah yang memilih.

Dari semula memang hanyalah himbauan, tidak pernah ada paksaan, kaulah yang akhirnya tetap memilih, bertaburan gelap ataukah bertaburan cahaya.

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....

Friday, March 09, 2007

Amanat Cahaya

Untuk kesekian kalinya, kedua bola matanya berputar, melihat sekeliling tanpa melihat apapun kecuali gelap yang padang menghampar tanpa batas. Telinganya bergerak-gerak berusaha mendengar tanpa mendengar apapun kecuali samudera senyap. Tangannya meraba-raba tanpa meraba-raba apapun, kedua kakinya melangkah tanpa bergerak sedikitpun.

Tangisan itu semakin melekat dan berkerak di langit-langit mulutnya. Ia sendiri tidak mengerti mengapa bisu menghampiri lidahnya. Hanya yang ia tahu bahwa segala jerit dan luapan tangis, lautan emosi dan gelegak amarah, ledakan pilu dan banjir air mata menjadi bahasa sehari-hari, menjadi dialek yang kental, menggumpal dalam perilaku. Kini, setelah bertahun-tahun akhirnya ia pun diam, membisu dalam kebisuan, hening dalam keheningan. Semangatnya luruh sudah, nyalinya punah telah, gelap menggilasnya berkali-kali tanpa ampun tanpa sedikitpun ia dapat melawan, apalagi memberontak.

"Bukankah kau dulu dibekali cahaya ? " tiba-tiba selarik suara samar dari kejauhan memecahkan keheningan dalam benaknya. Suara yang sangat di kenalnya, tidak, bahkan sangat di rindukannya, suaranya sendiri yang telah hilang di telan waktu, tercecer di serak jerit lampau. Lalu kembali diam.

"Kau kemanakan cahayamu dulu ? " Suara itu muncul kembali, kali ini sangat dekat, seakan-akan langsung menembus kepalanya, berbisik pada otaknya sehingga ia dapat mendengar jelas tanpa melalui telinga. Ya, masih suaranya sendiri. tentu saja ia sangat kenal, tidak ada lagi orang di kampungnya, bahkan mungkin seluruh dunia, hanya ia satu-satunya pemilik suara sember lagi sumbang dengan nada-nada pentatonis itu.

Tapi mengapa? Mengapa ia ditanya oleh dirinya sendiri? Mengapa ia harus kehilangan suaranya untuk mendengar suaranya menanyakan kepada dirinya sendiri? Apakah ini sejenis lakon srimulat, ludruk, ketoprak atau justru lawakan murahan yang sama sekali tidak lucu. Malah bikin serem dan mencekam.

Dan mengapa pula cahaya? ada apa dengan cahaya (AADC) ? Ia semakin kalut, jangan -jangan memang ia telah gagal memegang amanat cahaya. Padahal dulu, waktu masih kecil, ia ingat terus pesan pak tadz, katanya begini " Setiap ruh yang lahir di dunia bertanggungjawab terhadap tiga cahaya, satu cahaya untuk dirinya sendiri dan dua cahaya milik kedua orang tuanya, ketika ia menikah ia bertanggung jawab terhadap satu cahaya lagi, setelah ia punya anak maka bertambahlah tanggungan cahayanya sejumlah anaknya".

Kemudian pak tadz melanjutkan lagi " Walaupun setiap orang memegang sekian jumlah amanat cahaya, namun demikian hakekatnya setiap orang bertanggungjawab penuh pada cahayanya sendiri. Semakin baik ia menjaga cahayanya sendiri, maka semakin terang cahaya tanggungannya. Sebaliknya, semakin redup cahayanya sendiri, maka cahaya tanggungannya pun ikut meredup. tetapi sekiranya cahayanya sendiri akhirnya padam, maka cahaya tanggungannya tidak padam, hanyalah bahwa cahaya tanggungan tersebut akan mulai dari nyala yang redup sampai setiap orang yang menanggung cahayanya sendiri itu berkehendak dan memutuskan sendiri apakah akan tetap redup, apakah ikut padam ataukah berjuang untuk kembali terang".

"Dimana cahayamu? " Suara itu menyentak dan membuyarkan lamunannya. Mengajaknya pergi dari masa kecil kembali ke keadaan sekarang. Ia tergugu, dan tiba-toba selintas kesadaran memancur membasahi dahaga ketidakmengertiannya, tentu saja, suaranya memang bukan miliknya, bahkan pita suara sekaligus wadah tenggorokan pun hanya pinjaman sementara, tentu saja, Tentu Saja!. Tapi bagaimana ia bisa menjawab, ia sudah tidak memiliki suara, tak ada lagi yang dapat dilakukan melainkan hanya mematung memandang ke kegelapan dan kembali hilang dalam derita gelap. Ia telah kehilangan amanat cahayanya.

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....

Friday, March 02, 2007

Tim Cahaya

Kepada Yang Terhormat
Sdr. Diriku
di
Tempat

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan telah lewat masa 30 tahun semenjak perjanjian hak guna pakai jiwa, sukma dan raga yang telah Sdr. Diriku manfaatkan, bersama ini perkenankan Kami mengingatkan bahwa sudah masanya Sdr. Diriku melakukan review asset serta dokumentasi kehidupan selama ini.

Sesungguhnya tiada kepentingan Kami terhadap segala hal tersebut di atas, namun alangkah lebih baik bila Sdr. Diriku melakukan review untuk kesiapan Anda sendiri bila tiba-tiba ada inspeksi ataupun Sdr. Diriku mendadak Kami panggil menghadap.

Sebagai informasi tambahan, saat ini Kami telah banyak dan seringkali mendapatkan penghadap yang ternyata tidak siap untuk menghadap, untuk itu sudilah kiranya Sdr. Diriku mempertimbangkan himbauan Kami.

Demikianlah informasi yang dapat Kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya Kami ucapkan selamat berjuang.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi Kami langsung pada waktu-waktu yang telah ditentukan.


Tertanda,


Kami
Tim Cahaya


PS. Dilarang keras berkunjung langsung ke kantor Kami sebelum ada panggilan.

Duhai Kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....

Thursday, March 01, 2007

Ufuk Cahaya

Sesekali renggutlah diri sendiri. Jangan menanti hingga malam semakin malam atau siang semakin siang. Tanggalkan sejenak diri dan mulai bertanya lebih dan lebih dalam lagi.

Ya, dapat kulihat pandangmu sudah nanar, hanya kurang ekspresinya saja. Bantulah sedikit dengan berpikir yang bukan bukan atau bisa juga dengan berkhayal yang tidak tidak, toh memang sudah kebiasaan kan? Nah, paling tidak sedetik saja menghilang dari dunia ini, sebagaimana seringkali dunia membuang dirimu, mblesek nyungsep entah di selokan belahan dunia mana.

Bima ? ohh..tentu saja
Zeuss? yah..kadang kadang

sebentar ada kecoak mau lewat.

Preman ? kayaknya sudah usang jabatan itu, sudah tidak layak tayang
Malaikat? uhmm.......
Iblis? well.....

Belum ketemu juga? atau begini saja, bagaimana jika bertemu di ufuk cahaya. Tempat dulu kau dan aku pernah ketemuan dan ngumpul-ngumpul sebelum turun. Ya, tentu saja siapa yang duluan dipanggil ya silahkan nunggu, lagipula kan belum tentu ? siapa tahu malah nyasar ke ceruk gelap. Kekal pula..

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.......