Friday, September 30, 2005

Selongsong Cahaya

genderang mulai tertabuh
sayup sayup di penghujung subuh
jiwa terdiam bersimpuh
hati yang keras meluruh

sesaat sebelum fajar merengkuh
dan kembali pada dunia yang keruh
sepasang kunang-kunang agar kau taruh

agar menari dan berdendang dalam hati yang lusuh
menjemput selongsong cahaya yang rindu terbasuh

duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Thursday, September 29, 2005

Redup Cahaya

sebutir pasir di dalam genggaman
halus terasa samar terduga

hidup melangkah dari waktu ke waktu meninggalkan segala yang tersisa
samar terduga hingga saatnya tiba melepas raga merenggut nyawa

telaga jiwa yang semakin kering membuatmu sulit menimba
halus terasa hingga tiba meronta dahaga mencengkeram sukma

dirimu, sebutir pasir dalam genggaman, telah redup cahaya, halus terasa samar terduga

Duhai kekasih , melimpahlah seluruh cahaya...

Wednesday, September 28, 2005

Gemilang Cahaya

Kemuning layu di pelupuk mata
ranting -ranting cemara, kecil dan melapuk sebagai pengikat kedua alismu
kian memudar segala impian yang memenuhi benak dan istana angan
terburai perlahan seperti bunga ilalang tertiup angin di tengah musim kemarau

sangkala menunggu waktu bersenandung di balik langit tinggi
ketika kehidupan adalah lubang hitam menganga yang kehilangan makna
ketika segenap jiwa kehilangan gemilang cahaya

tolong percikan sedikit air yang basahi kering kerongkongan merongrong
sedikit kesadaran yang melompat jauh lebih di butuhkan dari seribu sujud hampa

sudahkah?

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Tuesday, September 27, 2005

Kelebat Cahaya

siapa pula yang kau tuding?
hidupmu terhempas bebatuan karang
tercabik tebing-tebing terjal

siapa lagi yang kau tuduh?
jiwamu meranggas pucat pias
di renggut dan di campak kan tiada daya

duhai diri, bertautlah pasrah di rengkuh diri dan berhentilah menuding
duhai sukma, mengalunlah mandah di genggam sukma dan berhentilah menuduh

sungguh perjalanan ini hanya sejenak, kelebat cahaya di malam kelam

duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Monday, September 26, 2005

Nurani Cahaya

aih, sudahlah sudah, sudah sudahilah..
sia-sia sudah tangan dan wajah menengadah, menadah-nadah

kemana saja kau dahulu mendedah, saat segalanya melimpah ruah mudah
saat akal dan jiwamu berlumuran dadah, hingga tertumpah semua darah merah- merah

beribu marah sumpah serapah kau perah, lupakah kau nasihat untuk merendah-rendah
menjelma serakah berbuah-buah, hingga jiwamu terbelah-belah, lupakah kau untuk mandah

...aih, sudahlah sudah, sudah sudahilah
kapankah tersisa waktu sebelum sukma berpindah
sebelum kubur merekah sebelum nurani cahaya musnah punah

duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Friday, September 23, 2005

Lukisan Cahaya

jendela kecil di sudut layar, terlipat, terselip, tertutup, terterpa angin
ada di ujung lubukmu yang serupa, tersembunyi, terselubungi, ternoda, terendam kelam

maka bersegeralah rapihkan layarmu, bersihkan lubukmu

agar mudah kau melongok, menatap ke luar , memandang dunia, tanpa selubung, tanpa tertutup, langsung dari dalam diri

supaya jernih kau melihat, menyaksikan lukisan cahaya, tanpa bias, tanpa pendar, langsung dari dalam diri

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...

Thursday, September 22, 2005

Rahasia Cahaya

Apakah sesungguhnya kematian, selain telanjang, di tengah angin, serta luluh dalam sinar surya?
Dan apakah arti nafas berhenti, selain membebaskannya dari antara pasang dan surut ombak yang gelisah, sehingga bangkit mengembang lepas, tanpa rintangan menuju Ilahi.

Burung malam yang bermata kelam, dia yang buta terhadap siangnya hari, tiada mungkin membuka tabir rahasia cahaya.
Pabila engkau dengan sesungguh hati ingin menangkap hakikat kematian, bukalah hatimu selebar-lebarnya bagi ujud kehidupan.
Sebab kehidupan dan kematian adalah satu, sebagaimana sungai dan lautan adalah satu.

Mereguk air dari sungai keheningan, hanya dengan jalan demikian jiwamu akan menyanyi dalam kebahagiaan.
Dan di saat engkau meraih punak pegunungan, di situlah bermula saat pendakian.
Dan ketika bumi menuntut kembali jasad tubuhmu, tiba pula saatnya, bahwa tarian yang sesungguhnya mulai kau tarikan.

- Kahlil Gibran, Sang Nabi-

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Wednesday, September 21, 2005

Sulaman Cahaya

...baiklah aku menjengukmu wahai diri
mari kita berbincang-bincang tentang hakikat yang terselubung di antara sulaman cahaya bintang langit malam. Ceriterakan kembali padaku tentang rumah yang terbagi di antara jiwa, sukma dan nafsu. Karena kau dan aku tahu waktuku hanya sejenak, sebelum fajar menjelang ,menebar jala, menjumput setiap kegelapan yang tersisa.

...kini biarkan aku mencoba memahami perkataanmu wahai diri
mengapa ranting-ranting patah dan dedaunan luruh sementara pohon tetap bertumbuh, mengapa sungai-sungai mengering dan bebukitan runtuh sementara ombak lautan tetap menepi, mengapa lebah berdatangan menghisap silih berganti dan kumbang melahap setiap kelopak sementara bunga-bunga tetap tersenyum

...lalu kemanakah harus kucari Sang Pemilik hakikat itu wahai diri
Yang menorehkan tinta pengetahuan pada setiap benih pohon yang terlahir, Yang mengguratkan takdir pada sungai, bukit , lautan dan gunung-gemunung, Yang mengilhami irama kehidupan pada lebah dan bunga -bunga bermekaran.

Sementara telah mulai menipis bekal waktuku, dan langit telah mulai memudar

....apakah masih tersisa waktu bagiku wahai diri


Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...

Tuesday, September 20, 2005

Ombak Cahaya

ketukan lembut sayap rama pada telinga
ketika bergumpal sudah penat memenuhi cawan-cawan darah yang kering
atas hasrat dan kegusaran yang menelikung sukma yang menoreh noda pekat lagi legam

dapatkah kau dengar?

pancaran samar tarian kunang-kunang pada mata
ketika mengonggok sudah pedih meluapi batas-batas lautan sabar
atas harap dan kegetiran yang mencengkeram akal yang menggilas segala nalar

dapatkah kau lihat?

sungguh kematian tidak berpihak, sungguh kegalauan tidak menjerat, bila dirimu telah melebur dengan dirimu, menepis risau, menghalau lara, mabuk & tenggelam dalam ombak cahaya

duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Rumpun Cahaya

duhai pencari sunyi
sebilah hati yang di pahat akan menjadi seruling bagi irama sejatimu

duhai pengelana sepi
segumpal jantung yang di kerat akan menjadi dawai-dawai harpa bagi senandung abadimu

duhai pengembara asing
seutas nyawa yang di lebur akan menjadi sumbu bagi lentera dalam genggaman rumpun cahaya

...berhentilah ...

duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...

Monday, September 19, 2005

Rahmat Cahaya

Sekarang dan tidak lagi menanti
mempadulah bayang jasad, leburlah segala harap, musnahlah kerling hasrat...diam

Nyanyian di pucuk-pucuk cemara, senandung kepak camar bercampur lirik ombak, tembang malam-malam sunyi

O..sukmaku, kerinduan telah mencengkeram hingga menyayat pembuluh-pembuluh batin, meradang dan berpeluh..menari-nari di antara rajaman perih menganga, menusuk sumsum tulang-tulang pucat

O..diri..sekarang dan tidak lagi menanti
meminta dengan sepenuh hati, agar rahmat cahaya menyelubungi

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Saturday, September 17, 2005

Gemerlap Cahaya

Lihatlah, tandu jenazah telah menunggu dan tanah telah mulai di gali
kemudian berbaringlah tiada daya dan bertumpulah pada pahatan jiwamu

sesungguhnya tiada keindahan selain berjumpa dengan Sang kekasih
setelah segala pedih dan lara yang mendera, setelah kering air mata kesabaran dan lunglai hati mengembara

Oh, jiwa..

Lihatlah, tandu jenazah telah di usung dan lubang telah tergali
kemudian berbaringlah, apakah gelap temaram ataukah gemerlap cahaya, tidurmu kan melalui waktu

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Friday, September 16, 2005

Selaksa Cahaya

Datang pada keterbatasan panca indra
Tiada keluluhan yang dapat menghentak langit-langit hati
Tiada kepedihan yang mampu menggoyang pilar-pilar jiwa

Namun pada keterbatasan jua sukma berharap kan meremuk-redamkan tiap ranting angan dunia yang melambai yang sesungguhnya kerap bersembunyi di balik berjuta kedok

Hingga ruh melepas setiap jeruji belenggunya, terbang , menukik, berkelok , mengepakkan sayap-sayap mutiaranya dan berhamburanlah selaksa cahaya dalam dekapan Jibril

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....

Thursday, September 15, 2005

Purnama Cahaya

Jernih lagi mempesona

Benih lahir, tumbuh menjadi pohon , semula lembut menjadi kaku , kemudian menua, kering dan mati

Sabit bulan, menjadi tandan-tandan menuju purnama sesuai waktunya, semula redup menjadi terang, kemudian menua dan redup kembali

Bening lagi mengagumkan

Betapa segalanya menuai waktu, yang lembut kan menjadi kaku , yang terang kan menjadi gelap, duhai alangkah merugi bila terlena

sebelum hilang purnama cahaya dan sebelum kaku menggantikan lembut hati, adakah jiwa bersaksi...

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Wednesday, September 14, 2005

Buta Cahaya

lingkar lingkar pembuluh bambu
retak retak tulang bajing
ikrar ingkar suluh perindu
rusak semak kalang berbaring

suluh gemetar tali peraju
kalang berbaring tanpa merasa
sungguh pintar diri menipu
lekang menyaring buta cahaya

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Tuesday, September 13, 2005

Jejak Cahaya

lembar demi lembar yang tercatat tiada kan pernah terlewat terletak di balik langit
sementara kesadaranmu melemah, menginjak jiwa hingga tak mampu bersuara

masihkah mengingkari hari hari dengan angkuh, ketika awan pucat gemetar, berdengung, menggiring guntur menghantam kencang

kau hanyalah tamu dalam perjalanan sejenak ini dan kan kembali, sungguh mudah jiwa terlupa,sungguh lalai diri terlena

mumpung......., nyalakanlah, agar mudah dikenali ketika gelap menghampar, sebagai jalan kembali, sebagai jejak cahaya

duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Monday, September 12, 2005

Sabuk Cahaya

riak-riak yang pendar pada arus sungai mengalir
sejauh langit membentang , awan berarak mengikuti jejak angin

rerumputan hijau menghampar berhias bilur bilur putih ribuan tangkai ilalang
barisan pohon-pohon nyiur menjaga pantai, teguh berdiri hingga lapuk menjelang

adalah jiwa yang merentang dalam tubuh yang alam, pernahkah terpikir?

Kesombongan telah menghancurkan, meretas meregang, jubahmu terburai ...dan kau telanjang ..ketika terlepas dari ikatan sabuk cahaya, oh..tetapi masihkah tiada malu?

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Friday, September 09, 2005

Butir Cahaya

lihat, ketika tetes hujan terakhir luruh ke bumi yang tua...
dengar, ketika daun terakhir bergemeratak ranggas menguning...
rasakan, ketika angin terakhir lemah merangkak...

...ketika butir cahaya terakhir menerjang gelap...

kau masih termangu???

duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Thursday, September 08, 2005

Atap Cahaya

Langit begitu indah dan agung. Tuhan pun berfirman, hadapkan wajahmu kesana, mengenai atap cahaya ini, jangan puas dengan sekali lihat. Lihatlah berulang-ulang....Lihatlah: adakah yang cacat?

Kemudian Dia kembali berfirman , lihatlah : kamu lihatlah lagi atap cahaya nan cemerlang ini, telitilah apakah kau temukan cacat? sehinga kau mengerti...kau mengerti...berapa banyak kearifan diperlukan di bumi yang gelap ini....

-Jalaluddin Rumi-

Duhai kekasih melimpahlah seluruh cahaya.....

Wednesday, September 07, 2005

Sayup-sayup Cahaya

Tentang dunia yang semakin tua, bungkuk dan reyot
sementara hanya lapisan bedak luar yang tebal yang kau lihat

Tentang kematian yang memisahkan dan memutuskan semua kepemilikan
sementara hanya gundukan tanah luar yang sebentar kau pandang dan lekas terlupakan

Tentang kegelapan yang mencengkeram erat-erat pikiran, rasa dan hati
sementara hanya sayup-sayup cahaya telah membuatmu terlena tak berkesudahan

apakah tiada pernah terlintas?

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....

Tuesday, September 06, 2005

Tembus Cahaya

jika cermin hatimu menjadi terang dan jernih, tembus cahaya,
akan tampak padamu bayangan dibalik dunia ini.

kau akan melihat bayangan dan Sang pembuat bayangan itu,
keduanya adalah hamparan permadani rohani yang luas,
dan Yang Satu itu yang membentangkannya.

-Jalalludin Rumi-

Duhai kekasih melimpahlah seluruh cahaya......

Monday, September 05, 2005

Tilam Cahaya

dan di kanan kirimu adalah dinding tanah yang mulai mengering

dan di sekelilingmu tiada kecuali hitam gelap pekat

dan kebekuan menyelimuti, dingin pula kaku

dan saat tiada penolong kecuali diri yang membawa guratan jiwa

dan ketika hanya tanah berkerikil keras sebagai alas, pupus harapan akan tilam cahaya

masihkah tak dapat terbayangkan?

Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....

Thursday, September 01, 2005

Hampa Cahaya

Kemudian diri mengukur sepi , hanya sendiri
sayup-sayup suara angin menebar sunyi di jalan hati

belum usai pengembaraan yang mendaki justru awal mulai
ketika keranda berkarat besi menyelubungi

jiwamu kah itu, yang merintih, tak sanggup menyebrangi
jiwamu kah itu, yang tersesat, meniti gelap dalam hampa cahaya

duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....