genderang mulai tertabuh
sayup sayup di penghujung subuh
jiwa terdiam bersimpuh
hati yang keras meluruh
sesaat sebelum fajar merengkuh
dan kembali pada dunia yang keruh
sepasang kunang-kunang agar kau taruh
agar menari dan berdendang dalam hati yang lusuh
menjemput selongsong cahaya yang rindu terbasuh
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Friday, September 30, 2005
Thursday, September 29, 2005
Redup Cahaya
sebutir pasir di dalam genggaman
halus terasa samar terduga
hidup melangkah dari waktu ke waktu meninggalkan segala yang tersisa
samar terduga hingga saatnya tiba melepas raga merenggut nyawa
telaga jiwa yang semakin kering membuatmu sulit menimba
halus terasa hingga tiba meronta dahaga mencengkeram sukma
dirimu, sebutir pasir dalam genggaman, telah redup cahaya, halus terasa samar terduga
Duhai kekasih , melimpahlah seluruh cahaya...
halus terasa samar terduga
hidup melangkah dari waktu ke waktu meninggalkan segala yang tersisa
samar terduga hingga saatnya tiba melepas raga merenggut nyawa
telaga jiwa yang semakin kering membuatmu sulit menimba
halus terasa hingga tiba meronta dahaga mencengkeram sukma
dirimu, sebutir pasir dalam genggaman, telah redup cahaya, halus terasa samar terduga
Duhai kekasih , melimpahlah seluruh cahaya...
Wednesday, September 28, 2005
Gemilang Cahaya
Kemuning layu di pelupuk mata
ranting -ranting cemara, kecil dan melapuk sebagai pengikat kedua alismu
kian memudar segala impian yang memenuhi benak dan istana angan
terburai perlahan seperti bunga ilalang tertiup angin di tengah musim kemarau
sangkala menunggu waktu bersenandung di balik langit tinggi
ketika kehidupan adalah lubang hitam menganga yang kehilangan makna
ketika segenap jiwa kehilangan gemilang cahaya
tolong percikan sedikit air yang basahi kering kerongkongan merongrong
sedikit kesadaran yang melompat jauh lebih di butuhkan dari seribu sujud hampa
sudahkah?
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
ranting -ranting cemara, kecil dan melapuk sebagai pengikat kedua alismu
kian memudar segala impian yang memenuhi benak dan istana angan
terburai perlahan seperti bunga ilalang tertiup angin di tengah musim kemarau
sangkala menunggu waktu bersenandung di balik langit tinggi
ketika kehidupan adalah lubang hitam menganga yang kehilangan makna
ketika segenap jiwa kehilangan gemilang cahaya
tolong percikan sedikit air yang basahi kering kerongkongan merongrong
sedikit kesadaran yang melompat jauh lebih di butuhkan dari seribu sujud hampa
sudahkah?
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Tuesday, September 27, 2005
Kelebat Cahaya
siapa pula yang kau tuding?
hidupmu terhempas bebatuan karang
tercabik tebing-tebing terjal
siapa lagi yang kau tuduh?
jiwamu meranggas pucat pias
di renggut dan di campak kan tiada daya
duhai diri, bertautlah pasrah di rengkuh diri dan berhentilah menuding
duhai sukma, mengalunlah mandah di genggam sukma dan berhentilah menuduh
sungguh perjalanan ini hanya sejenak, kelebat cahaya di malam kelam
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
hidupmu terhempas bebatuan karang
tercabik tebing-tebing terjal
siapa lagi yang kau tuduh?
jiwamu meranggas pucat pias
di renggut dan di campak kan tiada daya
duhai diri, bertautlah pasrah di rengkuh diri dan berhentilah menuding
duhai sukma, mengalunlah mandah di genggam sukma dan berhentilah menuduh
sungguh perjalanan ini hanya sejenak, kelebat cahaya di malam kelam
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Monday, September 26, 2005
Nurani Cahaya
aih, sudahlah sudah, sudah sudahilah..
sia-sia sudah tangan dan wajah menengadah, menadah-nadah
kemana saja kau dahulu mendedah, saat segalanya melimpah ruah mudah
saat akal dan jiwamu berlumuran dadah, hingga tertumpah semua darah merah- merah
beribu marah sumpah serapah kau perah, lupakah kau nasihat untuk merendah-rendah
menjelma serakah berbuah-buah, hingga jiwamu terbelah-belah, lupakah kau untuk mandah
...aih, sudahlah sudah, sudah sudahilah
kapankah tersisa waktu sebelum sukma berpindah
sebelum kubur merekah sebelum nurani cahaya musnah punah
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
sia-sia sudah tangan dan wajah menengadah, menadah-nadah
kemana saja kau dahulu mendedah, saat segalanya melimpah ruah mudah
saat akal dan jiwamu berlumuran dadah, hingga tertumpah semua darah merah- merah
beribu marah sumpah serapah kau perah, lupakah kau nasihat untuk merendah-rendah
menjelma serakah berbuah-buah, hingga jiwamu terbelah-belah, lupakah kau untuk mandah
...aih, sudahlah sudah, sudah sudahilah
kapankah tersisa waktu sebelum sukma berpindah
sebelum kubur merekah sebelum nurani cahaya musnah punah
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Friday, September 23, 2005
Lukisan Cahaya
jendela kecil di sudut layar, terlipat, terselip, tertutup, terterpa angin
ada di ujung lubukmu yang serupa, tersembunyi, terselubungi, ternoda, terendam kelam
maka bersegeralah rapihkan layarmu, bersihkan lubukmu
agar mudah kau melongok, menatap ke luar , memandang dunia, tanpa selubung, tanpa tertutup, langsung dari dalam diri
supaya jernih kau melihat, menyaksikan lukisan cahaya, tanpa bias, tanpa pendar, langsung dari dalam diri
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...
ada di ujung lubukmu yang serupa, tersembunyi, terselubungi, ternoda, terendam kelam
maka bersegeralah rapihkan layarmu, bersihkan lubukmu
agar mudah kau melongok, menatap ke luar , memandang dunia, tanpa selubung, tanpa tertutup, langsung dari dalam diri
supaya jernih kau melihat, menyaksikan lukisan cahaya, tanpa bias, tanpa pendar, langsung dari dalam diri
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...
Thursday, September 22, 2005
Rahasia Cahaya
Apakah sesungguhnya kematian, selain telanjang, di tengah angin, serta luluh dalam sinar surya?
Dan apakah arti nafas berhenti, selain membebaskannya dari antara pasang dan surut ombak yang gelisah, sehingga bangkit mengembang lepas, tanpa rintangan menuju Ilahi.
Burung malam yang bermata kelam, dia yang buta terhadap siangnya hari, tiada mungkin membuka tabir rahasia cahaya.
Pabila engkau dengan sesungguh hati ingin menangkap hakikat kematian, bukalah hatimu selebar-lebarnya bagi ujud kehidupan.
Sebab kehidupan dan kematian adalah satu, sebagaimana sungai dan lautan adalah satu.
Mereguk air dari sungai keheningan, hanya dengan jalan demikian jiwamu akan menyanyi dalam kebahagiaan.
Dan di saat engkau meraih punak pegunungan, di situlah bermula saat pendakian.
Dan ketika bumi menuntut kembali jasad tubuhmu, tiba pula saatnya, bahwa tarian yang sesungguhnya mulai kau tarikan.
- Kahlil Gibran, Sang Nabi-
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Dan apakah arti nafas berhenti, selain membebaskannya dari antara pasang dan surut ombak yang gelisah, sehingga bangkit mengembang lepas, tanpa rintangan menuju Ilahi.
Burung malam yang bermata kelam, dia yang buta terhadap siangnya hari, tiada mungkin membuka tabir rahasia cahaya.
Pabila engkau dengan sesungguh hati ingin menangkap hakikat kematian, bukalah hatimu selebar-lebarnya bagi ujud kehidupan.
Sebab kehidupan dan kematian adalah satu, sebagaimana sungai dan lautan adalah satu.
Mereguk air dari sungai keheningan, hanya dengan jalan demikian jiwamu akan menyanyi dalam kebahagiaan.
Dan di saat engkau meraih punak pegunungan, di situlah bermula saat pendakian.
Dan ketika bumi menuntut kembali jasad tubuhmu, tiba pula saatnya, bahwa tarian yang sesungguhnya mulai kau tarikan.
- Kahlil Gibran, Sang Nabi-
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Wednesday, September 21, 2005
Sulaman Cahaya
...baiklah aku menjengukmu wahai diri
mari kita berbincang-bincang tentang hakikat yang terselubung di antara sulaman cahaya bintang langit malam. Ceriterakan kembali padaku tentang rumah yang terbagi di antara jiwa, sukma dan nafsu. Karena kau dan aku tahu waktuku hanya sejenak, sebelum fajar menjelang ,menebar jala, menjumput setiap kegelapan yang tersisa.
...kini biarkan aku mencoba memahami perkataanmu wahai diri
mengapa ranting-ranting patah dan dedaunan luruh sementara pohon tetap bertumbuh, mengapa sungai-sungai mengering dan bebukitan runtuh sementara ombak lautan tetap menepi, mengapa lebah berdatangan menghisap silih berganti dan kumbang melahap setiap kelopak sementara bunga-bunga tetap tersenyum
...lalu kemanakah harus kucari Sang Pemilik hakikat itu wahai diri
Yang menorehkan tinta pengetahuan pada setiap benih pohon yang terlahir, Yang mengguratkan takdir pada sungai, bukit , lautan dan gunung-gemunung, Yang mengilhami irama kehidupan pada lebah dan bunga -bunga bermekaran.
Sementara telah mulai menipis bekal waktuku, dan langit telah mulai memudar
....apakah masih tersisa waktu bagiku wahai diri
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...
mari kita berbincang-bincang tentang hakikat yang terselubung di antara sulaman cahaya bintang langit malam. Ceriterakan kembali padaku tentang rumah yang terbagi di antara jiwa, sukma dan nafsu. Karena kau dan aku tahu waktuku hanya sejenak, sebelum fajar menjelang ,menebar jala, menjumput setiap kegelapan yang tersisa.
...kini biarkan aku mencoba memahami perkataanmu wahai diri
mengapa ranting-ranting patah dan dedaunan luruh sementara pohon tetap bertumbuh, mengapa sungai-sungai mengering dan bebukitan runtuh sementara ombak lautan tetap menepi, mengapa lebah berdatangan menghisap silih berganti dan kumbang melahap setiap kelopak sementara bunga-bunga tetap tersenyum
...lalu kemanakah harus kucari Sang Pemilik hakikat itu wahai diri
Yang menorehkan tinta pengetahuan pada setiap benih pohon yang terlahir, Yang mengguratkan takdir pada sungai, bukit , lautan dan gunung-gemunung, Yang mengilhami irama kehidupan pada lebah dan bunga -bunga bermekaran.
Sementara telah mulai menipis bekal waktuku, dan langit telah mulai memudar
....apakah masih tersisa waktu bagiku wahai diri
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...
Tuesday, September 20, 2005
Ombak Cahaya
ketukan lembut sayap rama pada telinga
ketika bergumpal sudah penat memenuhi cawan-cawan darah yang kering
atas hasrat dan kegusaran yang menelikung sukma yang menoreh noda pekat lagi legam
dapatkah kau dengar?
pancaran samar tarian kunang-kunang pada mata
ketika mengonggok sudah pedih meluapi batas-batas lautan sabar
atas harap dan kegetiran yang mencengkeram akal yang menggilas segala nalar
dapatkah kau lihat?
sungguh kematian tidak berpihak, sungguh kegalauan tidak menjerat, bila dirimu telah melebur dengan dirimu, menepis risau, menghalau lara, mabuk & tenggelam dalam ombak cahaya
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
ketika bergumpal sudah penat memenuhi cawan-cawan darah yang kering
atas hasrat dan kegusaran yang menelikung sukma yang menoreh noda pekat lagi legam
dapatkah kau dengar?
pancaran samar tarian kunang-kunang pada mata
ketika mengonggok sudah pedih meluapi batas-batas lautan sabar
atas harap dan kegetiran yang mencengkeram akal yang menggilas segala nalar
dapatkah kau lihat?
sungguh kematian tidak berpihak, sungguh kegalauan tidak menjerat, bila dirimu telah melebur dengan dirimu, menepis risau, menghalau lara, mabuk & tenggelam dalam ombak cahaya
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Rumpun Cahaya
duhai pencari sunyi
sebilah hati yang di pahat akan menjadi seruling bagi irama sejatimu
duhai pengelana sepi
segumpal jantung yang di kerat akan menjadi dawai-dawai harpa bagi senandung abadimu
duhai pengembara asing
seutas nyawa yang di lebur akan menjadi sumbu bagi lentera dalam genggaman rumpun cahaya
...berhentilah ...
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...
sebilah hati yang di pahat akan menjadi seruling bagi irama sejatimu
duhai pengelana sepi
segumpal jantung yang di kerat akan menjadi dawai-dawai harpa bagi senandung abadimu
duhai pengembara asing
seutas nyawa yang di lebur akan menjadi sumbu bagi lentera dalam genggaman rumpun cahaya
...berhentilah ...
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya...
Monday, September 19, 2005
Rahmat Cahaya
Sekarang dan tidak lagi menanti
mempadulah bayang jasad, leburlah segala harap, musnahlah kerling hasrat...diam
Nyanyian di pucuk-pucuk cemara, senandung kepak camar bercampur lirik ombak, tembang malam-malam sunyi
O..sukmaku, kerinduan telah mencengkeram hingga menyayat pembuluh-pembuluh batin, meradang dan berpeluh..menari-nari di antara rajaman perih menganga, menusuk sumsum tulang-tulang pucat
O..diri..sekarang dan tidak lagi menanti
meminta dengan sepenuh hati, agar rahmat cahaya menyelubungi
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
mempadulah bayang jasad, leburlah segala harap, musnahlah kerling hasrat...diam
Nyanyian di pucuk-pucuk cemara, senandung kepak camar bercampur lirik ombak, tembang malam-malam sunyi
O..sukmaku, kerinduan telah mencengkeram hingga menyayat pembuluh-pembuluh batin, meradang dan berpeluh..menari-nari di antara rajaman perih menganga, menusuk sumsum tulang-tulang pucat
O..diri..sekarang dan tidak lagi menanti
meminta dengan sepenuh hati, agar rahmat cahaya menyelubungi
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Saturday, September 17, 2005
Gemerlap Cahaya
Lihatlah, tandu jenazah telah menunggu dan tanah telah mulai di gali
kemudian berbaringlah tiada daya dan bertumpulah pada pahatan jiwamu
sesungguhnya tiada keindahan selain berjumpa dengan Sang kekasih
setelah segala pedih dan lara yang mendera, setelah kering air mata kesabaran dan lunglai hati mengembara
Oh, jiwa..
Lihatlah, tandu jenazah telah di usung dan lubang telah tergali
kemudian berbaringlah, apakah gelap temaram ataukah gemerlap cahaya, tidurmu kan melalui waktu
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
kemudian berbaringlah tiada daya dan bertumpulah pada pahatan jiwamu
sesungguhnya tiada keindahan selain berjumpa dengan Sang kekasih
setelah segala pedih dan lara yang mendera, setelah kering air mata kesabaran dan lunglai hati mengembara
Oh, jiwa..
Lihatlah, tandu jenazah telah di usung dan lubang telah tergali
kemudian berbaringlah, apakah gelap temaram ataukah gemerlap cahaya, tidurmu kan melalui waktu
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Friday, September 16, 2005
Selaksa Cahaya
Datang pada keterbatasan panca indra
Tiada keluluhan yang dapat menghentak langit-langit hati
Tiada kepedihan yang mampu menggoyang pilar-pilar jiwa
Namun pada keterbatasan jua sukma berharap kan meremuk-redamkan tiap ranting angan dunia yang melambai yang sesungguhnya kerap bersembunyi di balik berjuta kedok
Hingga ruh melepas setiap jeruji belenggunya, terbang , menukik, berkelok , mengepakkan sayap-sayap mutiaranya dan berhamburanlah selaksa cahaya dalam dekapan Jibril
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....
Tiada keluluhan yang dapat menghentak langit-langit hati
Tiada kepedihan yang mampu menggoyang pilar-pilar jiwa
Namun pada keterbatasan jua sukma berharap kan meremuk-redamkan tiap ranting angan dunia yang melambai yang sesungguhnya kerap bersembunyi di balik berjuta kedok
Hingga ruh melepas setiap jeruji belenggunya, terbang , menukik, berkelok , mengepakkan sayap-sayap mutiaranya dan berhamburanlah selaksa cahaya dalam dekapan Jibril
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....
Thursday, September 15, 2005
Purnama Cahaya
Jernih lagi mempesona
Benih lahir, tumbuh menjadi pohon , semula lembut menjadi kaku , kemudian menua, kering dan mati
Sabit bulan, menjadi tandan-tandan menuju purnama sesuai waktunya, semula redup menjadi terang, kemudian menua dan redup kembali
Bening lagi mengagumkan
Betapa segalanya menuai waktu, yang lembut kan menjadi kaku , yang terang kan menjadi gelap, duhai alangkah merugi bila terlena
sebelum hilang purnama cahaya dan sebelum kaku menggantikan lembut hati, adakah jiwa bersaksi...
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Benih lahir, tumbuh menjadi pohon , semula lembut menjadi kaku , kemudian menua, kering dan mati
Sabit bulan, menjadi tandan-tandan menuju purnama sesuai waktunya, semula redup menjadi terang, kemudian menua dan redup kembali
Bening lagi mengagumkan
Betapa segalanya menuai waktu, yang lembut kan menjadi kaku , yang terang kan menjadi gelap, duhai alangkah merugi bila terlena
sebelum hilang purnama cahaya dan sebelum kaku menggantikan lembut hati, adakah jiwa bersaksi...
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Wednesday, September 14, 2005
Buta Cahaya
lingkar lingkar pembuluh bambu
retak retak tulang bajing
ikrar ingkar suluh perindu
rusak semak kalang berbaring
suluh gemetar tali peraju
kalang berbaring tanpa merasa
sungguh pintar diri menipu
lekang menyaring buta cahaya
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
retak retak tulang bajing
ikrar ingkar suluh perindu
rusak semak kalang berbaring
suluh gemetar tali peraju
kalang berbaring tanpa merasa
sungguh pintar diri menipu
lekang menyaring buta cahaya
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Tuesday, September 13, 2005
Jejak Cahaya
lembar demi lembar yang tercatat tiada kan pernah terlewat terletak di balik langit
sementara kesadaranmu melemah, menginjak jiwa hingga tak mampu bersuara
masihkah mengingkari hari hari dengan angkuh, ketika awan pucat gemetar, berdengung, menggiring guntur menghantam kencang
kau hanyalah tamu dalam perjalanan sejenak ini dan kan kembali, sungguh mudah jiwa terlupa,sungguh lalai diri terlena
mumpung......., nyalakanlah, agar mudah dikenali ketika gelap menghampar, sebagai jalan kembali, sebagai jejak cahaya
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
sementara kesadaranmu melemah, menginjak jiwa hingga tak mampu bersuara
masihkah mengingkari hari hari dengan angkuh, ketika awan pucat gemetar, berdengung, menggiring guntur menghantam kencang
kau hanyalah tamu dalam perjalanan sejenak ini dan kan kembali, sungguh mudah jiwa terlupa,sungguh lalai diri terlena
mumpung......., nyalakanlah, agar mudah dikenali ketika gelap menghampar, sebagai jalan kembali, sebagai jejak cahaya
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Monday, September 12, 2005
Sabuk Cahaya
riak-riak yang pendar pada arus sungai mengalir
sejauh langit membentang , awan berarak mengikuti jejak angin
rerumputan hijau menghampar berhias bilur bilur putih ribuan tangkai ilalang
barisan pohon-pohon nyiur menjaga pantai, teguh berdiri hingga lapuk menjelang
adalah jiwa yang merentang dalam tubuh yang alam, pernahkah terpikir?
Kesombongan telah menghancurkan, meretas meregang, jubahmu terburai ...dan kau telanjang ..ketika terlepas dari ikatan sabuk cahaya, oh..tetapi masihkah tiada malu?
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
sejauh langit membentang , awan berarak mengikuti jejak angin
rerumputan hijau menghampar berhias bilur bilur putih ribuan tangkai ilalang
barisan pohon-pohon nyiur menjaga pantai, teguh berdiri hingga lapuk menjelang
adalah jiwa yang merentang dalam tubuh yang alam, pernahkah terpikir?
Kesombongan telah menghancurkan, meretas meregang, jubahmu terburai ...dan kau telanjang ..ketika terlepas dari ikatan sabuk cahaya, oh..tetapi masihkah tiada malu?
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Friday, September 09, 2005
Butir Cahaya
lihat, ketika tetes hujan terakhir luruh ke bumi yang tua...
dengar, ketika daun terakhir bergemeratak ranggas menguning...
rasakan, ketika angin terakhir lemah merangkak...
...ketika butir cahaya terakhir menerjang gelap...
kau masih termangu???
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
dengar, ketika daun terakhir bergemeratak ranggas menguning...
rasakan, ketika angin terakhir lemah merangkak...
...ketika butir cahaya terakhir menerjang gelap...
kau masih termangu???
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Thursday, September 08, 2005
Atap Cahaya
Langit begitu indah dan agung. Tuhan pun berfirman, hadapkan wajahmu kesana, mengenai atap cahaya ini, jangan puas dengan sekali lihat. Lihatlah berulang-ulang....Lihatlah: adakah yang cacat?
Kemudian Dia kembali berfirman , lihatlah : kamu lihatlah lagi atap cahaya nan cemerlang ini, telitilah apakah kau temukan cacat? sehinga kau mengerti...kau mengerti...berapa banyak kearifan diperlukan di bumi yang gelap ini....
-Jalaluddin Rumi-
Duhai kekasih melimpahlah seluruh cahaya.....
Kemudian Dia kembali berfirman , lihatlah : kamu lihatlah lagi atap cahaya nan cemerlang ini, telitilah apakah kau temukan cacat? sehinga kau mengerti...kau mengerti...berapa banyak kearifan diperlukan di bumi yang gelap ini....
-Jalaluddin Rumi-
Duhai kekasih melimpahlah seluruh cahaya.....
Wednesday, September 07, 2005
Sayup-sayup Cahaya
Tentang dunia yang semakin tua, bungkuk dan reyot
sementara hanya lapisan bedak luar yang tebal yang kau lihat
Tentang kematian yang memisahkan dan memutuskan semua kepemilikan
sementara hanya gundukan tanah luar yang sebentar kau pandang dan lekas terlupakan
Tentang kegelapan yang mencengkeram erat-erat pikiran, rasa dan hati
sementara hanya sayup-sayup cahaya telah membuatmu terlena tak berkesudahan
apakah tiada pernah terlintas?
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....
sementara hanya lapisan bedak luar yang tebal yang kau lihat
Tentang kematian yang memisahkan dan memutuskan semua kepemilikan
sementara hanya gundukan tanah luar yang sebentar kau pandang dan lekas terlupakan
Tentang kegelapan yang mencengkeram erat-erat pikiran, rasa dan hati
sementara hanya sayup-sayup cahaya telah membuatmu terlena tak berkesudahan
apakah tiada pernah terlintas?
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya.....
Tuesday, September 06, 2005
Tembus Cahaya
jika cermin hatimu menjadi terang dan jernih, tembus cahaya,
akan tampak padamu bayangan dibalik dunia ini.
kau akan melihat bayangan dan Sang pembuat bayangan itu,
keduanya adalah hamparan permadani rohani yang luas,
dan Yang Satu itu yang membentangkannya.
-Jalalludin Rumi-
Duhai kekasih melimpahlah seluruh cahaya......
akan tampak padamu bayangan dibalik dunia ini.
kau akan melihat bayangan dan Sang pembuat bayangan itu,
keduanya adalah hamparan permadani rohani yang luas,
dan Yang Satu itu yang membentangkannya.
-Jalalludin Rumi-
Duhai kekasih melimpahlah seluruh cahaya......
Monday, September 05, 2005
Tilam Cahaya
dan di kanan kirimu adalah dinding tanah yang mulai mengering
dan di sekelilingmu tiada kecuali hitam gelap pekat
dan kebekuan menyelimuti, dingin pula kaku
dan saat tiada penolong kecuali diri yang membawa guratan jiwa
dan ketika hanya tanah berkerikil keras sebagai alas, pupus harapan akan tilam cahaya
masihkah tak dapat terbayangkan?
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
dan di sekelilingmu tiada kecuali hitam gelap pekat
dan kebekuan menyelimuti, dingin pula kaku
dan saat tiada penolong kecuali diri yang membawa guratan jiwa
dan ketika hanya tanah berkerikil keras sebagai alas, pupus harapan akan tilam cahaya
masihkah tak dapat terbayangkan?
Duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Thursday, September 01, 2005
Hampa Cahaya
Kemudian diri mengukur sepi , hanya sendiri
sayup-sayup suara angin menebar sunyi di jalan hati
belum usai pengembaraan yang mendaki justru awal mulai
ketika keranda berkarat besi menyelubungi
jiwamu kah itu, yang merintih, tak sanggup menyebrangi
jiwamu kah itu, yang tersesat, meniti gelap dalam hampa cahaya
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
sayup-sayup suara angin menebar sunyi di jalan hati
belum usai pengembaraan yang mendaki justru awal mulai
ketika keranda berkarat besi menyelubungi
jiwamu kah itu, yang merintih, tak sanggup menyebrangi
jiwamu kah itu, yang tersesat, meniti gelap dalam hampa cahaya
duhai kekasih, melimpahlah seluruh cahaya....
Subscribe to:
Posts (Atom)